Krim dokter menyebakan ketergantungan?

Krim dokter seringkali digunakan untuk mengatasi berbagai masalah kulit antara lain jerawat dan flek. Banyak sekali orang yang puas dengan hasilnya, namun banyak juga yang mengeluhkan munculnya efek samping setelah berhenti menggunakan krim dokter. Kulit justru bertambah parah dibanding sebelumnya. Hal ini lah yang kemudian memunculkan stigma bahwa krim dokter menyebabkan tergantungan.

Apakah benar krim dokter menyebabkan ketergantungan?

Sebelum membahas hal tersebut, mari kita kenali dulu apa itu krim dokter. Krim dokter adalah suatu krim racikan yang dibuat oleh seorang dokter untuk mengatasi masalah kulit seseorang, misalnya jerawat dan flek tadi. Bahan aktif dan dosis dalam krim dokter akan ditentukan oleh dokter berdasarkan keluhan dari pasien. Jadi sifat krim dokter adalah individual, artinya tidak sama antara satu orang dengan orang yang lain.

Namun pada kenyataan di luaran, satu macam krim dokter dapat digunakan oleh banyak orang dengan jenis kulit dan masalah yang belum tentu sama. Dan belum tentu penggunaan nya diawasi oleh dokter secara langsung. Hal ini lah yang kemudian memicu terjadinya polemik di masyarakat tentang efek samping yang muncul

Dalam dunia kedokteran sebenarnya tidak mengenal istilah ketergantungan krim dokter. Selama digunakan dengan tepat, krim dokter tidak akan menyebabkan ketergantungan. Ada beberapa alasan yang mungkin mengapa kondisi kulit jadi lebih buruk ketika berhenti menggunakan krim dokter. Berikut di antaranya :

  1. Masalah kulit belum selesai dengan tuntas

Kondisi kulit yang menjadi lebih parah mungkin disebabkan karena masalah kulit belum selesai dengan tuntas tapi kita sudah menghentikan krim dokter, sehingga masalah tersebut muncul kembali dan mungkin jadi lebih parah karena tidak dapat diatasi dengan skincare biasa. Misalnya pada kasus jerawat. Salah satu penyebab jerawat adalah infeksi bakteri, biasanya dokter akan meresepkan antibiotik di dalam krim dokter. Jika bakteri belum benar benar mati, setelah antibiotic dihentikan, maka infeksi akan muncul kembali dan mungkin saja akan bertambah parah karena bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik (sama halnya ketika kita minum antibiotik tidak sesuai jangka waktu yang ditentukan oleh dokter)

  1. Efek samping yang muncul

Bisa saja masalah kulit tersebut muncul karena efek samping penggunaan dari krim dokter, tapi baru kita rasakan setelah krim tersebut kita hentikan. Seperti yang kita tahu, biasanya krim dokter mengandung bahan yang bersifat asam misalnya retinoid acid, benzoul peroxide atau glycolic acid. Hal ini dapat mencetuskan reaksi iritasi sehingga kulit menjadi kemerahan, terasa terbakar, mengelupas berlebihan dan memicu munculnya jerawat.

  1. Rebound phenomena 

Beberapa krim dokter memang membutuhkan proses tapering off (diturunkan secara bertahap dosisnya) sebelum dihentikan pemakaian nya. Misalnya krim dokter yang bersisi steroid. Jika dihentikan secara mendadak, efeknya justru akan berbalik. Yang dulunya sebagai obat jerawat, justru malah akan memicu munculnya bentukan mirip jerawat.

Jadi sebenarnya krim dokter tidak akan menimbulkan ketergantungan. Namun untuk mencegah munculnya reaksi yang tidak diinginkan di atas, ada bebearapa tips yang bisa anda lakukan ketika menggunakan krim dokter. Pertama, pastikan yang membuat krim tersebut memang dokter dan anda menggunakan nya dalam pengawasan dokter tersebut (tidak membeli secara online). Kedua, anda berhak bertanya isi kandungan dalam krim dokter tersebut dan resiko efek samping apa yang dapat terjadi. Sehingga ketika efek samping terjadi, anda tidak panik dan tahu cara mengatasinya. Ketiga, ketika anda merasa sudah tidak perlu menggunakan krim tersebut, tetaplah berkonsultasi dan katakana keinginan anda kepada dokter yang bersangkutan. Ini penting terutama jika ada bahan aktif dalam krim dokter yang harus di tapering off tadi, sehingga dokter akan memberikan cara untuk mengurangi dosisnya perlahan – lahan hingga berhenti total.

Semoga tulisan saya ini bermanfaat untuk kita semua. Terima kasih,